Jumat, 30 Januari 2015

Wisudawan Terbaik Anak Buruh Tani Ini Juga Hapal Alquran

Bismillahirrahmanirrahim...


KENDAL (voa-islam.com) - Suasana haru mewarnai keluarga Siti Afidah, seorang wisudawati terbaik Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Kamis 29 Januari 2015. Tanpa diduga, Afida didapuk menjadi wisudawati terbaik.
Wisudawan Terbaik Anak Buruh Tani Ini Juga Hapal AlquranHal itu dirasakan Baidhowi dan isterinya Aminah, warga Brangsong Kendal, Jawa Tengah. Pasangan suami isteri itu bahkan tidak mengetahui sebelumnya, jika Afida mendapatkan gelar wisudawati cum laude dengan Indek Prestasi Komulatif (IPK) 3,84.
Gadis kelahiran Kendal, 3 Mei 1992 itu bahkan harus menempuh gelar sarjananya dengan susah payah. Orangtuanya hanya bekerja sebagai buruh tani penggarap yang tak bisa membiayai kuliah anaknya. Namun, kerja keras Afida berbuah saat ia mendapatkan beasiswa Bidik Misi di UIN Walisongo.

Mahasiswi Fakultas Syariah, Jurusan Hukum Ekonomi Islam itu menempuh perkuliahan selama 4,5 tahun. Tak hanya menyandang mahasiswi teladan, Afida kini juga sedang menyelesaikan program Tahfidzul Quran atau menghafal Alquran, di salah satu pondok pesantren di Semarang.
"Nggak nyangka jadi lulusan terbaik. Tanpa beasiswa pemerintah dan doa orangtua saya tidak bisa seperti ini," kata Afida saat berbincang dengan  disela-sela prosesi wisuda.

Perjuangan Panjang
Perjuangan Afida menyelesaikan studi S1 cukup panjang. Keterbatasan keuangan bahkan mengharuskannya mencari tambahan penghasilan sendiri dengan mengajar anak-anak kecil di tempat dia tinggal.
"Kalau ke kampus biasa naik angkutan. Biasanya cari sambilan saat beasiswa yang turun sebesar Rp.600 ribu per bulan sering telat. Kadang-kadang pas di rumah ikut ke sawah, ngangkutin sayur," kata gadis yang memiliki hobi baca buku keislaman itu.
Dia berharap paska menyelesaikan studi S1, dia bisa meneruskan program S2 di Juruhan Ekonomi Islam, yang merupakan jurusan favoritnya. Untuk selanjutnya bisa diterima kerja di kantor perbankan syariah.
"Saya ingin berangkatkan haji kedua orangtua. Kalau bisa mau belikan lahan buat bapak biar bisa menggarap sawah sendiri," kata Afida.

Penghasilan Rp. 35 ribu
Baidhowi, ayah Afida, mengaku sangat bersyukur putri pertamanya itu telah menyelesaikan studinya. Dia bahkan tak menyangka, Afida menjadi satu di antara 1.163 sarjana di UIN yang mendapatkan gelar terbaik.
"Kami tidak tahu kalau Fida jadi lulusan terbaik. Saat tadi dipanggil, kami kaget dan nrocos(menangis). Sebab Afida nggak bilang sebelumnya," ujar Baidhowi dengan logat Jawa.

Linang air mata pun tak terbendung saat Baidhowi dan Aminah isterinya bercerita panjang lebar mengenai pekerjaan sehari-harinya. Sebagai buruh tani yang tak memiliki lahan, dia tidak memiliki penghasilan tetap. Tentunya tak cukup untuk menyekolahkan Afida dan adiknya yang kini di berada di pesantren.
"Bertani padi dan palawija. Itu juga tanah orang seluas 2000 meter persegi. Sistemnya bagi hasil. Kalau dihitung sehari hanya dapat Rp.35 ribu," ujar pria yang tinggal di rumah sederhana di RT 13 RW 05 Brangsong, Kendal itu.
Karena hasil menggarap tanah tetangganya dirasa tak cukup, lanjut Baidhowi, dirinya bahkan sering ke luar daerah untuk menawarkan jasa memanen lahan milik orang dengan sistem bagi hasil.

"Istilahnya derep di luar kota. Seperti Demak, Kudus, dan Pati, sampai Ngawi, " kata dia.

Hanya harapan tersisa dari Baidhowi untuk putrinya Afida. Harapan itu agar ilmu yang diperoleh putrinya dapat bermanfaat bagi sesama.
"Sing disuwun enggih prestasi. Tapi diiringi dengan ibadah yang rajin. Semoga anak saya bisa bermanfaat bagi agama. Biar nasibnya tidak seperti kami," ujar Baidhowi.

Penghafal Qur'an
Siapa yang mengira putri seorang buruh tani berpenghasilan Rp.35 ribu per hari mampu menjadi wisudawan terbaik. Ya, keajaiban Allah itu lah yang kini dirasakan Siti Afida, mahasiswi Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang Jawa Tengah.
Namun, bagaimana perjuangan Afida memperoleh dengan susah payah gelar S1 berpredikat cum laude dengan Indek Prestasi Komulatif 3,84 itu?

Afida bahkan mengerti betul kalau orangtuanya tak mampu memberikan materi lebih kepadanya saat dirinya mengikuti studi di kampus. Meski ia berangkat dengan status mahasiswi beasiswa Bidik Misi, tapi bukan berarti jika Afida tidak mengalami kesulitan keuangan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari gadis 22 tahun itu.

"Beasiswa Bidik Misi kan sering telat, jadi saya harus cari tambahan sendiri," kata Afida di Semarang, Jumat 30 Januari 2015, seperti dikutip dari Viva.co.id.

Sebagai anak yang tinggal di Pondok Pesantren di Mijen, Semarang, mahasiswi Hukum Ekonomi Islam itu mencoba peruntungan dengan mengandalkan pengetahuan agamanya untuk mengajari anak-anak. Tepatnya di salah satu Taman Pendidikan Alquran (TPQ). Meski dengan kegiatan itu, dia harus benar-benar pandai membagi waktu belajarnya.

"Awalnya berat berbagi waktu, pesantren dan ngajar privat di TPQ. Tapi bagaimana lagi, itu demi kuliah saya agar bisa berhasil," kata alumnus Madrasah Aliyah Negeri Kendal itu.

Hasil jerih payah Afida mengajar di TPQ pun tidak selalu berbuah mulus. Meski tak mau menyebut berapa nominal yang diperoleh, tapi Afida mengaku selalu menabungnya, sedikit demi sedikit.

"Saya cuma modal niat dan nekat. Meski sedikit saya syukuri," kata gadis yang kini telah menghafal 12 juz Alquran itu.

Jalan kaki

Afida mungkin satu di antara ribuan mahasiswa di kampusnya yang memiliki mental kuat dan jerih payah tinggi dalam mengarungi liku-liku kehidupan kampus. Di zaman yang serba modern, mahasiswa pada umumnya sudah dibekali kendaraan untuk mobilitas kegiatan studi, Afida tak pernah mengalaminya.
Keseharian gadis kelahiran Kendal, 3 Mei 1992 itu selalu akrab dengan angkutan kota yang selalu menuntunnya ke kampus. Tak sekali pun perasaan malu ngangkot dan jalan kaki ketika ke kampus yang berada di bukit-bukit.

"Itu sudah biasa. Ya enggak malu. Saya kan harus tahu kondisi saya," katanya.

Seperti diketahui, Afida merupakan salah satu perwakilan wisudawan terbaik UIN yang didapuk memberikan sambutan saat prosesi wisuda di hadapan 1.163 wisudawan D3, S1, dan S2 kemarin. Setelah menyelesaikan program S1, Afida berkeinginan malanjutkan S2 untuk memperdalam keilmuan Islam yang selama ini dipelajari. [syahid/viva/voa-islam.com]

Sumber :
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/smart-teen/2015/01/30/35382/wisudawan-terbaik-anak-buruh-tani-ini-juga-hapal-alquran/#sthash.D3BLjUAg.dpuf

Sabtu, 10 Januari 2015

Cara Kyai Kampung menghadapi Santri TOP

Bismillahirrahmanirrahim...

Inilah kisah kiai kampung. Kebetulan kiai kampung ini menjadi imam musholla dan sekaligus pengurus ranting NU di desanya. Suatu ketika didatangi seorang tamu, mengaku santri liberal, karena lulusan pesantren modern dan pernah mengenyam pendidikan di Timur Tengah. Tamu itu begitu PD (Percaya Diri), karena merasa mendapat legitimasi akademik, plus telah belajar Islam di tempat asalnya. Sedang yang dihadapi hanya kiai kampung, yang lulusan pesantren salaf.

Tentu saja, tujuan utama tamu itu mendatangi kiai untuk mengajak debat dan berdiskusi seputar persoalan keagamaan kiai. Santri liberal ini langsung menyerang sang kiai:

” Sudahlah Kiai tinggalkan kitab-kitab kuning (turats) itu, karena itu hanya karangan ulama kok. Kembali saja kepada al-Quran dan hadits ” ujar santri itu dengan nada menantang.

Belum sempat menjawab, kiai kampung itu dicecar dengan pertanyaan berikutnya.

” Mengapa kiai kalau dzikir kok dengan suara keras dan pakai menggoyangkan kepala ke kiri dan ke kanan segala. Kan itu semua tidak pernah terjadi pada jaman nabi dan berarti itu perbuatan bid’ah? ” kilahnya dengan nada yakin dan semangat.

Mendapat ceceran pertanyaan, kiai kampung tak langsung reaksioner. Malah sang kiai mendengarkan dengan penuh perhatian dan tak langsung menanggapi. Malah kiai itu menyuruh anaknya mengambil termos dan gelas.

Kiai tersebut kemudian mempersilahkan minum, tamu tersebut kemudian menuangkan air ke dalam gelas. Lalu kiai bertanya:

“Kok tidak langsung diminum dari termos saja. Mengapa dituang ke gelas dulu? ” tanya kiai santai.

Kemudian tamu itu menjawab ” Ya ini agar lebih mudah minumnya kiai,? jawab santri liberal ini.

Kiai pun memberi penjelasan ” Itulah jawabannya mengapa kami tidak langsung mengambil dari al-Quran dan hadits. Kami menggunakan kitab-kitab kuning yang mu’tabar, karena kami mengetahui bahwa kitab-kitab mu’tabarah adalah diambil dari al-Quran dan hadits, sehingga kami yang awam ini lebih gampang mengamalkan wahyu, sebagaimana apa yang engkau lakukan menggunakan gelas agar lebih mudah minumnya, bukankah begitu? ” Tamu tersebut terdiam tak berkutik.

Kemudian kiai balik bertanya ” Apakah adik hafal al-Quran dan sejauhmana pemahaman adik tentang al-Quran? Berapa ribu adik hafal hadits? Kalau dibandingkan dengan Imam Syafi’iy siapa yang lebih alim? ”

Santri liberal ini menjawab ” Ya tentu Imam Syafi’iy kiai sebab beliau sejak kecil telah hafal al-Qur’an, beliau juga banyak mengerti dan hafal ribuan hadits, bahkan umur 17 beliau telah menjadi guru besar dan mufti ” jawab santri liberal.

Kiai menimpali ” Itulah sebabnya mengapa saya harus bermadzhab pada Imam Syafi’iy, karena saya percaya pemahaman Imam Syafi’iy tentang al-Qur’an dan hadits jauh lebih mendalam dibanding kita, bukankah begitu? “tanya kiai.

” Ya kiai ” jawab santri liberal.

Kiai kemudian bertanya kepada tamunya tersebut ” Terus selama ini orang-orang awam tatacara ibadahnya mengikuti siapa jika menolak madzhab, sedangkan mereka banyak yang tidak bisa membaca al-Qur’an apalagi memahami ?” tanya kiai.

Sang santri liberal menjawab ” Kan ada lembaga majelis yang memberi fatwa yang mengeluarkan hukum-hukum dan masyarakat awam mengikuti keputusan tersebut ” jelas santri liberal.

Kemudian kiai bertanya balik ” Kira-kira menurut adik lebih alim mana anggota majelis fatwa tersebut dengan Imam Syafi’iy ya? ”

Jawab santri ” Ya tentu alim Imam Syafi’iy kiai ” jawabnya singkat.

Kiai kembali menjawab ” Itulah sebabnya kami bermadzhab Imam Syafi’iy dan tidak langsung mengambil dari al-Qur’an dan hadits ”

” Oh begitu masuk akal juga ya kiai ” jawab santri liberal ini.

Tamu yang lulusan Timur Tengah itu setelah tidak berkutik dengan kiai kampung, akhirnya minta ijin untuk pulang dan kiai itu mengantarkan sampai pintu pagar.
251
Oleh :Fina Istiasari
---------------------------------------------
Sumber : https://plus.google.com/+VinaIstiasari/posts/7zEYnMnv6cc